Minggu, 30 Januari 2011

Psikologi Kepribadian Dan Pengembangan Kader

Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral.

Kepribadian menurut Psikologi
Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi saya akan menggunakan teori dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.
Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.
Menurut Allport, faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam menentukan perilaku manusia. Bukan hanya faktor keturunan sendiri atau faktor lingkungan sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian terbentuk, melainkan melalui pengaruh resiprokal faktor keturunan dan lingkungan yang memunculkan karakteristik kepribadian.
Sehubungan dengan adanya peran genetik dalam pembentukan kepribadian, terdapat 4 pemahaman penting yang perlu diperhatikan:

1. Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap perkembangan kepribadian, faktor non-genetik tetap mempunyai peranan bagi variasi
kepribadian

2. Meskipun faktor genetik merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi lingkungan, faktor non-genetik adalah faktor yang paling bertanggungjawab
akan perbedaan lingkungan pada orang-orang

3. Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting meskipun lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan dengan jenis
kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam kehidupan keluarga pada tiap anak.

4. Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian, tidak berarti bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.

Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.

Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb(E. Koswara):
1. sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita.

2. sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang.

3. sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh factor-faktor bawaan dan lingkungan.

Trait-trait dalam domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997) adalah sebagai berikut.

Extraversion(E)
Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peergroup mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun-loving, affectionate, dan talkative. Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat ekstraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya.

Agreeableness(A)
Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, forgiving, dan penyayang. Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki tingkat aggreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita. Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif. Pelajar yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi memiliki tingkat interaksi yang lebih tinggi dengan keluarga dan jarang memiliki konflik dengan teman yang berjenis kelamin berlawanan.

Neuroticism(N)
Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive.

Openness(O)
Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broadmindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah.

Conscientiousness(C)
Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius. Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.
Trait dan Facets Big Five Personality Costa & McCrae
Faktor Facet

Extraversion (E) Warmth (E1)
Kecenderungan untuk mudah bergaul dan membagi kasih sayang

Gregariousness (E2)
Kecenderungan untuk banyak berteman dan berinteraksi dengan orang banyak
Assertiveness (E3)
Individu yang cenderung tegas
Activity (E4)
Individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan, memiliki energi dan semangat yang tinggi
Excitement-seeking (E5)
Individu yang suka mencari sensasi dan suka mengambil resiko
Positive emotion (E6)
Kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi yang positif seperti bahagia, cinta, dan kegembiraan

Agreeableness (A) Trust (A1)
Tingkat kepercayaan individu terhadap orang lain
Straightforwardness (A2)
Individu yang terus terang, sungguh-sungguh dalam menyatakan sesuatu
Altruism (A3)
Individu yang murah hati dan memiliki keinginan untuk membantu orang lain
Compliance (A4)
Karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal
Modesty (A5)
Individu yang sederhana dan rendah hati
Tender-mindedness (A6)
Simpatik dan peduli terhadap orang lain
Neuroticism (N) Anxiety (N1)
Kecenderungan untuk gelisah, penuh ketakutan, merasa kuatir, gugup dan tegang
Hostility (N2)
Kecenderungan untuk mengalami amarah, frustasi dan penuh kebencian
Depression (N3)
Kecenderungan untuik mengalami depresi pada individu normal
Self-consciousness (N4)
Individu yang menunjukkan emosi malu, merasa tidak nyaman diantara orang lain, terlalu sensitive, dan mudah merasa rendah diri
Impulsiveness (N5)
Tidak mampu mengotrol keinginan yang berlebihan atau dorongan untuk melakukan sesuatu
Vulnerability (N6)
Kecenderungan untuk tidak mampu menghadapi stress, bergantung pada orang lain, mudah menyerah dan panik bila menghadapi sesuatu yang datang mendadak
Openness (O) Fantasy (O1)
Individu yang memiliki imajinasi yang tinggi dan aktif
Aesthetic (O2)
Individu yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni dan keindahan
Feelings (O3)
Individu yang menyadari dan menyelami emosi dan perasannya sendiri
Action (O4)
Individu yang berkeinginan untuk mencoba hal-hal baru
Ideas (O5)
Berpikiran terbuka dan mau menyadari ide baru dan tidak konvensional
Values (O6)
Kesiapan seseorang untuk menguji ulang nilai-nilai social politik dan agama
Conscientiousness (C) Competence (C1)
Kesanggupan, efektifitas dan kebijaksanaan dalam melakukan sesuatu
Order (C2)
Kemampuan mengorganisasi
Dutifulness (C3)
Memegang erat prinsip hidup
Achievement-striving (C4)
Aspirasi individu dalam mencapai prestasi
Self-discipline (C5)
Mampu mengatur diri sendiri
Deliberation (C6)
Selalu berpikir dahulu sebelum bertindak

Gambaran karakteristik individu skor tinggi dan rendah ketika diukur
Karakteristik skor tinggi Skala Trait Karakteristik skor rendah
Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktif , banyak bicara, orientasi pada hubungan sesama, optimis, fun-loving, affectionate. Lembut hati, dapat dipercaya, suka menolong, pemaaf, penurut. Ekstraversion (E) Mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas, kebutuhan akan dorongan, dan kapasitas dan dan kesenangan. Agreeableness (A) Mengukur kualitas dari apa yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain. Tidak ramah, bersahaja, suka menyendiri, orientasi pada tugas, pendiam. Sinis, kasar, curiga, tidak kooperatif, pendendam, kejam, manipulatif.
Cemas, gugup, emosional, merasa tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik Neuroticism (N) Menggambarkan stabilitas emosional dengan cakupan-cakupan perasaan negatif yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan, irritability dan nervous tension. Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak emosional, tabah.
Ingin tahu, minat luas, kreatif, original, imajinatif, untraditional. Openness to Experience(O) Gambaran keluasan, kedalaman, dan komplek-sitas mental individu dan pengalamannya. Konvensional, sederhana, minat sempit, tidak artistik, tidak analitis.
Teratur, pekerja keras, dapat diandalkan, disiplin, tepat waktu, rapi, hati-hati. Conscientiousness(C) Mendeskripsikan perilaku yang diarahkan pada tugas dan tujuan dan kontrol dorongan secara sosial. Tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, malas, sembrono, lalai, mudah menyerah, hedonistic.


PANDANGAN ISLAM TENTANG KEPRIBADIAN
Konsep atau teori kepribadian Islam harus segera tampil untuk menjadi acuan normatif bagi umat Islam. Perilaku umat Islam tidak sepatutnya dinilai dengan kacamata teori kepribadian Barat yang sekuler, karena keduanya memiliki frame yang berbeda dalam melihat realita. Perilaku yang sesuai dengan perintah agama seharusnya dinilai baik, dan apa yang dilarang oleh agama seharusnya dinilai buruk. Agama memang menghormati tradisi (perilaku yang ma’ruf), tetapi lebih mengutamakan tuntunan agama yang baik (khayr).
Para psikolog dalam melakukan interpretasi test-test psikologi terhadap klien terkadang memerankan diri sebagai Tuhan (play God), melalui alat yang disebut dengan instrumen atau alat test tertentu, padahal ia hanya tahu kulit luarnya saja. Ironisnya, hal itu menjadi acuan untuk diterima-tidaknya seseorang menjadi pegawai atau jabatan tertentu. Bagi calon pegawai yang mengerti tentang kiat-kiat sukses dalam test kepribadian, ia akan belajar terlebih dahulu bagaimana caranya agar ia mendapat nilai baik, karena alat testnya diulang-ulang (itu-itu saja). Test kepribadian dalam konteks ini tidak akan mampu menunjukkan kepribadian yang sesungguhnya.
Uichol Kim, seorang psikolog asal Korea, mengkritisi psikologi Barat yang menyamaratakan pandangan psikologinya sebagai human universal dengan menawarkan konsep psikologi pribumi (the indigenous psychology). Menurut Kim, yang dikutip Achmad Mubarok, manusia tidak cukup dipahami dengan teori psikologi Barat, karena psikologi Barat hanya tepat untuk mengkaji manusia Barat sesuai dengan kultur sekulernya yang melatarbelakangi lahirnya ilmu itu. Untuk memahami manusia di belahan bumi lain harus digunakan pula basis kultur dimana manusia itu hidup.
Psikologi Kepribadian Islam yang dimaksudkan di sini tidak saja bernilai the indigenous psychology, tetapi juga dianggap sebagai psikologi kepribadian lintas budaya, etnik dan bahasa. Atau lebih tepatnya dianggap sebagai psikologi kepribadian rahmat li al-’alamin, yang mencakup alam syahadah (empirik) dan alam ghayb (metaempirik), bahkan alam dunia dan alam akhirat. Kerangka inilah yang menjadi acuan dalam penulisan buku ini.
Ketika psikologi Islam menghadirkan konsep kepribadian, masalah pertama yang perlu dipahami terlebih dahulu adalah terminologi apakah menggunakan istilah kepribadian Islam (al-syakhshiyyah al-Islamiyyah) atau kepribadian muslim (syakhshiyyat al-muslim):
Pertama, Kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku manusia, baik sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial, yang normanya diturunkan dari ajaran Islam, yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Dari kedua sumber tersebut, para pakar berusaha berijtihad untuk mengungkap bentuk-bentuk kepribadian menurut ajaran Islam, agar bentuk-bentuk itu diterapkan oleh pemeluknya. Rumusan kepribadian Islam di sini bersifat deduktif-normatif yang menjadi acuan bagi umat Islam untuk berperilaku. Oleh karena sifatnya yang deduktif-normatif maka kepribadian Islam di sini diyakini sebagai konsep atau teori kepribadian yang ideal, yang ’seharusnya’ dilakukan oleh pemeluk agama Islam.
Kedua, Kepribadian muslim memiliki arti serangkaian perilaku orang/umat Islam yang rumusannya digali dari penelitian perilaku kesehariannya. Rumusan kepribadian muslim di sini bersifat induktif-praktis, karena sumbernya dari hasil penelitian terhadap perilaku keseharian orang/umat Islam. Boleh jadi dalam penelitian itu ditemukan (1) pola kepribadian yang ideal, karena kepribadian itu sebagai implementasi dari ajaran agama; (2) pola yang menyimpang (anomali), karena perilaku yang ditampilkan bertentangan dengan ajaran agamanya, sekalipun dirinya berpredikat muslim. Dalam konteks ini, keburukan atau kejahatan perilaku orang/umat Islam tidak dapat digeneralisir bahwa ajaran Islam itu buruk dan jahat



1 komentar: